MIMPI YANG MEMANGGIL UNTUK MENJADI THE NEXT MASYUMI(BAGIAN 2)

Jejak Panjang Perjuangan Masyumi untuk ummat dan bangsa tidak bisa begitu saja dihapuskan, di era kekinian Masyumi tetap menjadi inspirasi paling aktual dan relevan bagi dunia kepartaian dan perpolitikan di tanah air.
Masyumi lahir dari ide besar yakni Islamic Modernization, sebagai partai ia bisa dibubarkan tetapi sebagai ide besar ia akan tetap muncul dalam bentuk yang lain.

bulan-bintang-dan-bintang-bulan-di-tahun-1955.jpg

Nostalgia kebesaran Masyumi memang tetap terasa hingga saat ini, penulis banyak menjumpai para orang tua di desa – desa yang menjadi saksi hidup sistem multi partai pada pemilu 1955, mereka masih bisa menggambarkan bagaimana hangatnya persaingan diantara partai – partai saat itu, kontestansi partai politik yang besar mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat yang hampir semua larut dalam euphoria demokrasi yang meluap –luap, itulah Pesta Demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang pertama dan terbesar pasca kemerdekaan.

 

Diantara saksi – saksi hidup itu kebanyakan masih bisa menghafal Hymne/Mars Partai Masyumi yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut :

Bismillah mari kita memilih
Lambang Bulan Bintang Putih
Atas Dasar Hitam nan Bersih
Tanda Gambar Masyumi

Partai Berjasa Nusa dan Bangsa
Demi Setia Agama
Partai Berjasa Nusa dan Bangsa
Demi Setia Agama

 

Menurut salah seorang saksi menjelang akhir tahun 50-an kekuatan Nasakom yang melingkari kekuasaan Bung Karno semakin besar bahkan PKI terus menerus mencari jalan untuk lebih dekat lagi dan menguatkan posisinya di pusat kekuasaan, Pada sisi yang lain Masyumi yang menjadi oposisi loyal dan sering memperingatkan bung karno akan ancaman bahaya laten komunisme yang anti tuhan tak urung menjadi target fitnah dan target “untuk dihabisi” secara politik.

Penulis mendengar penuturan para saksi sejarah dengan seksama bahwa saat itu suhu politik meninggi terasa hingga ke desa – desa, penggalangan massa dalam bentuk mimbar- mimbar bebas diadakan oleh kader – kader PKI yang mengaku sebagai barisan penyelamat soekarno, biasanya mereka membuka orasinya dengan slogan – slogan sebagai berikut :

Merdeka !!!

Hidup Bung Karno !!!

Hidup Nasakom !!!

Ganyang Masjumi !!!

 

Kuatnya sentimen anti Masyumi yang di produksi dan direproduksi itulah yang kelak bermuara dalam bentuk opsi pembubaran partai Masyumi, tidak lama berselang kekhawatiran Masyumi akhirnya terbukti, PKI melaksanakan Gestapu-nya dalam sebuah revolusi berdarah yang sarat diselimuti tebalnya “misteri” yang masih tersisa hingga hari ini.

Cendawan yang tumbuh di musim penghujan

 

Konon setelah berakhirnya periode Masyumi, Warga Bulan Bintang mengalami kevakuman politik namun beberapa saksi mengutip dan menggarisbawahi pesan Mr. Mohammad Natsir bahwa :

 

Keluarga Besar Bulan Bintang harus bisa hidup, berkarya dan berjuang dimana saja untuk kepentingan ummat, bangsa dan negara laksana cendawan yang tumbuh di musim penghujan.

 

Diskriminasi atas Masyumi pada masa rezim orde lama berlanjut dengan kebijakan politik rezim orde baru yang menolak merehabilitasi Partai Masyumi.

 

Menyikap hal ini Keluarga Besar Bulan Bintang terbagi dalam tiga kelompok.

  1. Pertama, kelompok yang beralih ke gerakan dakwah dan mendirikan Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) dengan M. Natsir, Muhammad Roem, Sjafruddin Prawiranegara, Anwar Haryono dan Yunan Nasution sebagai tokoh sentralnya. Setelah dilarang untuk beraktifitas dalam dunia politik, mereka melihat celah lain untuk berkiprah di masyarakat, yakni dengan berdakwah.

  2. Kedua, kelompok yang tetap berada di wilayah politik dengan membentuk Par-musi (Partai Muslimin Indonesia), sebuah partai yang sengaja didirikan sebagai pengganti Masyumi dan direstui pemerintah Orde Baru.

  3. Ketiga, kelompok teknokrat yang lebih pragmatis. Mereka adalah bekas anggota dan simpatisan Masyumi dan mendapatkan karirnya melalui Golkar atau organisasi underbow-nya. Di luar ke-tiga kelompok ini, terdapat juga sekelompok kecil anggota dan simpatisan Masyumi yang terlibat dalam gerakan Islam radikal seperti NII.

 

Tekanan yang besar terhadap gerakan Islam Politik oleh dominasi politik kekuasaan menjadikan keluarga besar bulan bintang lebih fokus bergiat dalam arus utama gerakan dakwah dengan DDII sebagai ujung tombaknya.
Menurut para saksi, sebagian dari kader masyumi ada yang memilih tetap bergiat di jalur politik, sebagian melanjutkan idealisme pergerakan dalam Parmusi yang pada akhirnya melebur dalam wadah PPP, sebagian lagi memilih berada dalam wadah Partai Golkar sebagai partai pemerintah karena disinyalir sebagai kekuatan politik terbesar anti PKI dan bahaya laten komunisme.

Apapun jalan politik dan pergerakan yang dipilih oleh keluarga besar bulan bintang pada awalnya dimaksudkan untuk mengisi kevakuman politik dan mencari format baru untuk menyalurkan aspirasi politik yang tersumbat kala itu, harapan dan cita – cita terbesar masihlah sama yakni muncul dan bangkitnya kembali the next Masyumi yang akan mempersatukan komponen – komponen perjuangan yang berserak – serak dalam satu wadah bersama.

(Penulis : Badrut Tamam Gaffas untuk Bulan Bintang Media)

10 Tanggapan

  1. Saya mendengar dari orang tua dan membaca buku-buku tentang kebesaran masyumi.. sayangnya saya tidak pernah mendengar atau menemukan buku-buku yang secara terbuka atau tertutup memberikan sajian analitik obyektif mengenai fakta bahwa “masyumi kalah” pada pemilu 1955. Apa yang ada dalam pikiran tokoh-tokoh dan pendukung masyumi menghadapi fakta ini selain “romantika kebesaran masa lalunya ?”.

    Saya melihat masyumi yang bagaikan “tikus mati dilumbung padi”.

    Bayangkan yang pada waktu itu (1955) 80% lebih bangsa Indonesia adalah Islam! dalam cerita “msyumi partai Islam yang besar” pada waktu tidak menjadi pilihan untuk dimenangkan sebagai partai yang representatif atas bangsa yang mayoritas Islam ini..?

    Pertanyaannya sekarang ..ada apa dikepala bangsa Indonesia yang 80% Islam pada waktu itu ?

    Apakah yang salah pada masyumi dalam mewujudkan impiannya menjadikan bangsa ini menuju cita-cita masyumi ?

    Apakah “fragmentasi dan diaspora” tokoh dan pendukung masyumi kedalam berbagai satuan-satuan orsospol dan organisasi kemasyarakatan hingga sekarang ini masih dalam satu “ide” yang sama ?

    Sepertinya “engga’ deh..!” kalau Partai Bulan Bintang diklaim sebagai Reinkarnasi Masyumi.

    Kemudian apakah masih relevan cita-cita masyumi menghadapi bangsa Indonesia yang sekarang ini sudah lupa dengan tujuan kemerdekaannya.. “menghapus habis imperialisme!”
    dan jangan-jangan tokoh-tokoh masyumi dan pendukungnya atau bahkan anak-anak pendukungnya juga sudah lupa seraya menganggap masyumi adalah masa lalu yang diceritakan kembali kebesarannya sekadar untuk menghibur atau pengobat “rasa sock” atas kekalahannya..?

    Harapan saya “sudahi nyanyian kebesaran Masyumi jika hanya nyanyian saja”.

    “Bedahlah” apa yang sebenarnya ada dikepala ummat islam Bangsa Indonesia ini.

    Strategi dan taktik apa yang pas agar cita-cita masyumi dapat diwujudkan pada masa-masa mendatang.

    Satuhal yang barangkali perlu dipikirkan oleh pelanjut dan pengagung masyumi yaitu “bagaimana menang seperti halnya nabi-nabi anda menang”.

    Partai !(sarana imperialis) masih relvankah digunakan untuk memenangkan tujuan Masyumi ?
    ===

  2. Sependapat tentang “nostalgia kejayaan masa lalu” dan perlunya memberi titik tumpu pada “sebab kegagalan” sebagai refleksi untuk menggelorakan pembaruan langkah pergerakan dalam meraih vitalitas politik yang lebih besar.
    Partai hanya salah satu media diantara begitu banyak pilihan untuk menyuarakan perjuangan ummat jadi mari kita bersatu dan ubah sinisme menjadi sinergi.
    Selain PBB juga ada MMI, HT, KPPSI dan banyak lagi yang tidak disebut yang bertujuan sama memperjuangkan aspirasi ummat jadi Selamat Datang Pejuang, semoga Allah Memudahkan Jalan Perjuangan Kita

  3. Assalamu’alaikum.
    Salam Ramadhan.
    Sebelumnya maaf mas Tamam, saya mau mencari referensi mengenai Pak Syafruddin Prawiranegara, pernah saya membaca sekilas kalau pak Syafruddin pernah mengorganisir para jamaah haji dalam wadah HUSAMI untuk menunaikan Ibadah haji. tahun 1970 terjadi yang namanya peristiwa “Gambela” dimana jamaah haji HUSAMI tidak diperbolehkan untuk mendarat diperairan Indonesia karena (kata pemerintah) hal itu melanggar Undang-undang.
    walaupun ini lepas dari tema di atas mungkin mas Tamam lebih tahu tentang itu. minta solusinya mas. terima kasih.
    Wassalam

  4. Salam Ramadhan juga

    Untuk saudaraku Syaiful Haq, terimakasih sebelumnya atas atensinya kepada Bulan Bintang Media.

    Peristiwa kapal Gambela terjadi pada Januari 1970, saya sendiri baru lahir 7 tahun kemudian. Saya sempat mendapatkan beberapa catatan tentang peristiwa bersejarah tersebut namun bisa dikatakan hanya sepenggal-sepenggal mengingat pada saat itu informasi tidak setransparan saat ini dan penguasa orde baru berupaya menyembunyikan ‘tragedi’ yang sangat berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap tata kelola pemerintah yang sentralistik dalam penyelenggaraan ibadah haji.

    Peristiwa ini berlatar belakang keinginan pemerintah orde baru untuk melakukan reformasi radikal di bidang penyelenggaraan ibadah haji, sebelumnya semasa orde lama pihak swasta diberi peran besar, namun sejak tahun 1967 kewenangan itu secara sistematis diambil alih pemerintah yang arahnya pada kebijakan monopoli penyelenggaraan haji oleh pemerintah.
    Untuk melaksanakan reformasi haji pemerintah menerbitkan Keputusan Presidium Kabinet No 27/U/IN/5/1967 yang melarang badan atau yayasan untuk menyelenggarakan urusan haji tanpa legalisasi dari Menteri Utama Bidang Kesra atau pejabat yang ditunjuk.
    Setahun Menteri Agama menerbitkan surat keputusan tertanggal 19 Agustus 1968 yang antara lain menegaskan dua hal. Pertama, masalah haji adalah tugas nasional guna menjaga martabat atau nama baik bangsa dalam pandangan dunia internasional. Kedua, keikutsertaan pihak swasta dalam urusan haji dibatasi pada bidang pengangkutan, baik melalui laut maupun udara dengan otoritas keputusan berada di tangan pemerintah.

    Pendek kata, buah dari keputusan tersebut terdapat tiga perusahaan swasta rekanan pemerintah yang dilibatkan dalam pengangkutan jamaah haji musim haji tahun 1968, ketiganya adalah PT Arafat dengan kapal laut, ICA (International Civil Transport Asia) dengan pesawat udara dan Mukersa (Musyawarah Kerja Sama Haji).
    Ketiganya banyak mendapat banyak keluhan dari jamaah haji utamanya ICA dan Mukersa.
    Setelah berjalan beberapa lama dan di picu insiden al ikhlas dimana ratusan jamaah haji batal diberangkatkan maka tekad pemerintah makin bulat untuk memperluas kewenangannya dalam penyelenggaraan urusan haji hingga pemerintah menerbitkan Kepres No. 22 Tahun 1969 yang menyatakan bahwa keseluruhan penyelenggaraan urusan haji hanya dilaksanakan oleh pemerintah.

    Monopoli Haji oleh Pemerintah mendapat tentangan utamanya dari keluarga besar bulan bintang (eks Masyumi), bahkan Mr Syafruddin Prawiranegara mempelopori penyelenggaraan ibadah haji yang lebih murah dan lebih professional dengan mendirikan sebuah wadah Himpunan Usahawan Muslimin Indonesia (HUSAMI), Husami berhasil mengkoordinir keberangkatan dan pemulangan 712 jamaah haji dan dari sinilah peristiwa gambela bermula. Para Jamaah haji yang oleh pemerintah dianggap illegal itu mendapatkan perlakuan yang sangat diskriminatif, sesampai di singapura para jamaah dipaksa kembali ke tanah air hingga akhirnya kapal berputar haluan menuju ke arah malaysia, lagi-lagi jamaah haji dipaksa turun dari kapal dibawah ancaman deadline dan penolakan kembali ke tanah air namun akhirnya berkat diplomasi dari tokoh-tokoh islam tanah air akhirnya jamaah haji jadi diberangkatkan menuju jeddah dengan menggunakan sebuah kapal Gambela berbendera singapura, konon sekembalinya ke tanah air 712 mujahid gambela itu juga di paksa menandatangani formulir permintaan maaf kepada pemerintah.

    Sayangnya peristiwa gambela tak banyak diekspos namun ada beberapa catatan menarik bahwa ternyata A Jasin pernah menulis sebuah karya yang diangkat dari kisah nyata peristiwa tersebut berjudul “712 mujahid Gambela yang menggemparkan”, saat ini kita patut bersyukur karena ada satu lagi novel karya Gus TF Sakai berjudul “Ular Keempat” yang juga terilhami dari peristiwa gambela tersebut sehingga bagi kita yang tidak mengalami peristiwa tersebut bisa lebih memahami hal ihwal terjadinya peristiwa gambela yang bersejarah itu.

    Centralistik pemerintah dalam penyelenggaraan ibadah haji berlanjut dan mencapai puncaknya setelah PT Arafat dinyatakan pailit pada tahun 1976 dan diperkuat dengan lahirnya Kepres No. 53 Tahun 1981 tentang penyelenggaraan urusan haji satu pintu dengan kata lain sejak saat itulah pemerintah adalah satu-satunya pihak yang berwenang dalam penyelenggaraan urusan haji sebagai bagian dari tugas nasional.
    Monopoli dan dominasi pemerintah dalam hal ini departemen agama memang terus menuai badai kritik dari berbagai pihak utamanya akhir – akhir ini tatkala pemerintah bagai kian tak kuasa membenahi permasalahan klasik catering dan pemondokan.

    Sekian dan Wallahua’lam

  5. cukup menjadikan saya simpatik ketika melihat wacana masyumi dengan kegigihannya untuk coba menerapkan nilai-nilai islam, meski sebagai partai politik saya kira masyumi tidak terkooptasi kekuasaan, tidak seperti partai-partai sekarang ini banyak yang berlebelkan islam tapi hanya sebagai ranah untuk mencari keuntungan. bisa saja wadah seperti masyumi akan lahir kembali di negara indonesia, karena saat ini kondisi umat saya kira sangatlah perlu dan butuh adanya suatu pemersatu dan pencerahan kembali akan nilai-nilai islam yang seakan-akan dianggap kurang urgen dan hanya dipakai melegitimasi kepentingan sesaat belaka.

  6. Ayolah wahai allazdina yu’minu kita ikhlas menerima perbadaan yang ada antara kita, selama diaya perbedaan itu sebatas metode dan amrun ijtihadi. Marilah saudaraku kita berupaya selalu untuk tidak manja dalam mewujudkan himmah kita agar dienul islam jaya. Disana-sini Yahudi wa Nashrani mengolok-olok kita. Kita tentu tak rela membiarkan penghinaan merka berlama-lama.

  7. tahun 60 an batas/limit bangsa ini jelas -jelas melolak untuk menuju baldatun thoyibatun wa robbun ghofur… masyumi ditolak dg kepres…, Darul Islam dihabisi dg tameng hidup / pagar betis/ betul2 betis kaum muslimin sebagaimana kaum Musa yang menolak diajak Nabinya untuk menuju Baldatun Thoyibah.(BT) .maka yatiihu fil ardhi arba`a sanatin 40 th dalam kebingungan…baca Q.s 5 ayat 26…
    kalau kaum Musa hanya bingung 40 th kemudian sampai ke B.T dibawah pimpinan nabi Yusa… bangsa Ind sudah lewat 40 th apa akan masuk 40 th periode berikut, mestinya th 2000 sudah ada pemimpin umat yang baru utk membawa bangsa ini ke B.T. wallohua`lam bishowab

  8. I am trying to discover what happened to my friend Dahlan Renuwihardjo, who was a student leader of Masyumi in the 1950’s
    and whom I knew at that time.

    Any information would be appreciated.

    F.D.Fisher

  9. […] Mimpi Yang Memanggil untuk menjadi the next MASYUMI, Badruthttps://bulanbintang.wordpress.com/2007/12/21/mimpi-yang-memanggil-untuk-menjadi-the-next-masyumibagi… [5] Kebijakan Orde Baru, Masyumi dan Islam, Prof. Dr. Yusril Ihza […]

Tinggalkan komentar